Majalah TEKNIK KONSTRUKSI.COM – Edisi September 2022
#Pembangunan Bendungan Lausimeme Berpacu dalam Pelaksanaan dan Penyelesaian Proyek#
Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera II Medan, DR.Mohammad Firman, S.T, M.T.
Sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo, Bendungan Lausimeme mulai dikerjakan berdasarkan kontrak 22 Desember 2017, dengan biaya konstruksi +/- Rp1,4 triliun. Bendungan Lausimeme didesain dengan tipe Zonal Timbunan Batu, yang memiliki tinggi 69,50 meter dari sungai dan panjang bendungan 215 meter, dengan luas area genangan normal 125,84 hektar. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memacu pelaksanaan infrastruktur, yang menjadi proyek strategis nasional (PSN). Salah satunya proyek pembangunana Bendungan Lausimeme ini, merupakan salah satu bagian dari program pembangunan infrastruktur oleh Kementerian PUPR, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, melalui Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera II Medan.
*Infrastruktur Sumber Daya Air di Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera II Medan*
Selain membangun Bendungan Lausimeme, Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera II Medan, sebelumnya telah membangun Bendung Gerak Sei Padang di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Bendung tersebut, menyuplai air irigasi secara berkelanjutan untuk tiga daerah irigasi, yakni Daerah Irigasi (D I) Paya Lombang, D I Langau dan D I Bajayu. Juga membangun Bendung dan D I Serdang berlokasi di Kabupaten Deli Serdang (lokasi bendung ini tidak jauh dari lokasi Bandara Internasional Kualanamu), yang bermanfaat untuk mengairi areal persawahan, meliputi Kecamatan Beringin, Batangkuis dan Kecamatan Pantailabu di Kabupaten Deli Serdang. Selanjutnya, Bendung dan D I Sei Silau di Kabupaten Asahan. Bendung dan saluran irigasi tersebut, dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan kekurangan air di areal persawahan di Kecamatan Rawang Panca Arga, dan sebagian di Kecamatan Meranti. Dengan ketersediaan air tersebut, petani dapat meningkatkan hasil panen menjadi lebih dari 2 kali setahun, bahkan bisa menjadi 3 kali setahun karena air selalu tersedia.
Tampungan air lainnya, yaitu Embung di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Sepanjang periode 2016-2018, terdapat lima embung selesai dibangun pemerintah di Kabupaten Samosir. Lima embung tersebut, antara lain: Embung Aek Natonang, Embung Hairi Gorat, Embung Pea Rihit, Embung Pea Roba, dan Embung Pea Parsinagaan. Sementara seiring dengan pertumbuhan penduduk dan pembangunan infrastruktur penunjang Danau Toba sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), kebutuhan akan air semakin meningkat. Danau Toba merupakan salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Prioritas, yang dipersiapkan untuk mendukung produktivitas di sektor pariwisata pada tatanan normal baru (new normal) akibat COVID-19. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Balai Wilayah Sungai Sumatera II Medan, juga melaksanakan Pelebaran Alur Tano Ponggol di Danau Toba tersebut.
Demikian disampaikan Kepala SNVT (Kasatker) Pembangunan Bendungan BWS Sumatera II Medan, Maruli Tua. G. Simatupang, ST, MDM., kepada Teknik Konstruksi beberapa waktu yang lalu. Pekerjaan Pelebaran Alur Tano Ponggol, dengan kegiatan utama adalah pelebaran dan pendalaman alur, sehingga akan dapat dilewati oleh kapal pesiar berukuran besar. Dengan adanya jalur pelebaran alur ini, juga dilakukan penyesuaian desain Jembatan Tano Ponggol, agar kapal pesiar dapat lewat di bawah jembatan.“Bendungan Lausimeme selain untuk kebutuhan air irigasi dan mereduksi banjir, juga bermanfaat untuk suplai air baku, dengan kapasitas 3.000 liter per detik dan untuk menyediakan tenaga listrik sebesar 1 (satu) MW. Selain itu, bendungan ini nantinya memberi manfaat bagi konservasi air. Potensi air akan dikelola dengan cara ditampung di waduk, sehingga dapat dialirkan ke hilir pada saat musim kering. Bendungan Lausimeme ditargetkan selesai tahun 2023, dan pada awal tahun 2024 diharapkan bisa dilakukan penggenangan awal atau impounding,” jelas Kasatker Pembangunan Bendungan ini.
Kendala di lapangan, yaitu lokasi lahan Bendungan Lausimeme tercatat sebagai hutan produksi tetap, namun secara administrasi pemerintahan tercatat sebagai suatu desa (masyarakat sudah mendiami lahan tersebut dalam kurun waktu yang lama). Sehingga terkait pembebasan lahannya, terdapat kendala dalam hal pelepasan kawasan hutan, ganti rugi terhadap warga karena beberapa warga sudah memiliki sertifikat hak milik.“Kami dari pihak bendungan tetap melakukan koordinasi masalah tanah, dengan pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemkab. Deli Serdang, dan BPN (Badan Pertanahan Nasional),” ujarnya.
Lebih lanjut Maruli mengungkapkan ; “Sejauh ini kami sudah membayar kepada warga, untuk nilai tegakan +/- 82% dari total kebutuhan lahan seluas +/- 380 hektar. Terkait hutan produksi yang dikelola Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sudah keluar izin pelepasan kawasan hutan kepada Kementerian PUPR, yang dalam hal ini Balai Wilayah Sungai Sumatera II Medan.” Namun, sambungnya, ada beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh Kementerian PUPR, berkaitan dengan pemberian izin pelepasan kawasan hutan tersebut dan saat ini masih dalam proses. Sedangkan untuk pelaksanaan pembangunan bendungan tetap bisa berjalan, dengan koordinasi Pemkab Deli Serdang, simultan dengan kewajiban pembayaran ganti rugi kepada masyarakat yang terdampak. “Kami harapkan, Bendungan Lausimeme dapat bermanfaat secara maksimal untuk masyarakat, sesuai dengan tujuan dibangunnya bendungan ini. Sementara untuk penyelesaian masalah lahan, di BWS Sumatera II Medan ada PPK Pengadaan Tanah yang mengurus masalah pertanahan,yang akan berkoordinasi dengan pihak terkait lainnya,” jelasnya.
*Pelaksanaan Konstruksi Bendungan Lausimeme*
PPK Bendungan Lausimeme, BWS Sumatera II Medan, Jesayas Sihombing, ST. , menambahkan; “Pekerjaan di proyek Bendungan Lausimeme tidak terlepas dari cuaca dan curah hujan. Pekerjaan juga dibatasi oleh wilayah kawasan hutan, yang diklaim juga tanah milik masyarakat. Oleh karena itu, agar tidak mengganggu pelaksanaan proyek, banyak dilakukan pendekatan serta sosialisasi kepada masyarakat. Sehingga menambah suasana kondusif, dan memberikan pembayaran hak-hak masyarakat sesuai aturan. Walau sebenarnya tanah tersebut tanah negara, yang sudah lama dikuasai oleh masyarakat.”
Dijelaskannya, pembangunan Bendungan Lausimeme dibagi dalam dua paket, terdiri dari: Paket-1 mencakup pekerjaan Bendungan Utama, Jalan masuk, dan lain-lain. Saat ini progres fisik pekerjaan Paket-1 adalah +/-39%. Kemudian, pekerjaan di Paket-2 mencakup pekerjaan Terowongan Pengelak, Spillway, dan lain-lain. Progres fisik pekerjaan di Paket-2 sebesar +/- 85% . Total progres Paket 1 dan Paket 2, sampai dengan 14 Agustus 2022 sebesar +/- 59,9 %. “Terhambatnya progres pekerjaan di Paket-1, karena terlambatnya mulai pembebasan lahan yang dimulai September 2019. Penyelesaiannya juga bertahap, hingga saat ini juga masih belum selesai. Berakibat terhambatnya pekerjaan Terowongan Pengelak di Paket -2, yang berpengaruh pada pekerjaan galian dan timbunan Main Dam di Paket-1,” ungkapnya.
Terkait kendala di lapangan, Jesayas mengatakan, seperti umumnya kendala pada pembangunan bendungan yaitu masalah lahan, cuaca, dan juga penambahan izin pemakaian kawasan hutan pada peningkatan jalan, dimana jarak quarry material timbunan batu diorite ke lokasi bendungan +/- 21 km, dengan kondisi jalannya kurang layak untuk dilewati muatan berat. Salah satu solusinya, dilakukan peningkatan kualitas jalan eksisting yang masih tertinggal, yang menjadi penyebab faktor keterlambatan. Volume material timbunan batu yang dibutuhkan +/- 1,2 juta m³, dan yang sudah digali dan dikumpulkan di stockpile sekitar quarry +/- 600 ribu m3. Sedangkan yang sudah terkirim ke lokasi proyek masih +/- 30 ribu m³.
Kebutuhan material berdasarkan tipe bendungan urugan zonal, dibagi menjadi 4 zona . Antara lain, Zona 1= Inti Kedap , Zona 2a = Filter Halus, Zona 2b = Filter Kasar, Zona 3a = Random Batu, Zona 3b = Batu, Zona 4 = Riap-rap. Sementara material random batu disuplai dari 2 sumber, yaitu random batu hasil galian pondasi selektif bendungan dan bangunan struktur yang berupa Breksi Volkanik. Material batu berupa batuan beku diorit di daerah Mardinding.
“Saat ini, pekerjaan penimbunan dilakukan di Main Cover Dam, dan kini mencapai ketinggian 6 meter dari rencana 19 meter. Sedangkan yang lokasi Zona Inti Main Dam masih dilakukan penyempurnaan pekerjaan galian sebelah kiri bendungan. Pekerjaan dilakukan secara paralel juga simultan, tergantung pada lokasi yang dapat dikerjakan serta memperhatikan metoda pekerjaan,” jelas PPK Bendungan Lausimeme ini. Paket 2 juga mengalami keterlambatan, namun kini pekerjaan Terowongan Pengelak dari beton bertulang sudah selesai 100% pada bulan Oktober 2021, sekaligus dilakukan pemindahan aliran air sungai (river clouser). Bangunan Menara Intake dari rencana tinggi 60 meter, sudah dicor 20 meter. Spillway atau Bangunan Pelimpah sepanjang 270 meter dengan lebar 25 meter, sudah selesai dicor 100 meter. Juga Mercu dengan lebar 75 meter, sudah dicor 45 meter (progres 14 Agustus 2022). Terkait perubahan desain, Jesayas mengatakan, dalam proses pelaksanaan proyek tidak ada perubahan desain, tetapi yang ada penambahan desain di Terowongan Pengelak, yang pada awalnya tidak ada Bottom Outlet menjadi ada, yang juga berfungsi sebagai Maintenance Flow. (Umi.S/Zan.)
Baca juga : Proyek Pembangunan Bendungan Lausimeme – Pelaksanaan Proyek Paket 1
Baca juga : Proyek Pembangunan Bendungan Lausimeme – Pelaksanaan Proyek Paket 2
Video selengkapnya bisa dilihat di YouTube Majalah TEKNIK KONSTRUKSI